Kendala beberapa orang yang lulus S2 biasanya adalah gengsi mencari-menggeluti pekerjaan. Pilih ini, pilih itu. Akhirnya mumet sendiri. Ya, baiklah, saya menghormati pilihan mereka.
Tapi bagi saya, kuliah S2 adalah wasilah memperkokoh kualitas diri yang hanya 30% mendongkrak reputasi kita dalam PEKERJAAN, yang 70% adalah jerih payah kita dalam memupuk reputasi, peningkatan kualitas diri, memperluas jaringan, serta mengakses pengetahuan dengan belajar informal dan nonformal.
Saya alumni pascasarjana yang sekarang belajar mengajar di tiga kampus dan saya bangga menjadi bakoel boekoe, yang kadang jualan di pinggir jalan. Dulu, saat menjadi asisten dosen di UIN Sunan Ampel Surabaya, saya juga tetap berjualan buku di dalam kampus sambil lesehan hingga ada mahasiswa yang tanya, "Lho pak, kok bapak jualan buku?"
"Lha apa salahnya jualan buku? Apa maksud sampeyan saya sebagai asdos harus disandera gengsi?"
Lagi-lagi perkara gengsi yang menguasai mindset mayoritas dari kita. Bahkan, tak bisa mendudukkan mana muru'ah mana gengsi. Di tengah kepungan masyarakat yang berpikir seperti ini, jangan heran manakala banyak yang "sambat" usai kuliah mengenai pekerjaan. Ketika ditawari berwiraswasta, mereka malu.
Misalnya, ada sarjana yang enggan jualan es, jualan cilot dan usaha lainnya dengan alasan "Saya kan sarjana. Gengsi dong..." Hmmm... padahal penghasilan minimal penjual cilot -di depan kampus UIN Sunan Ampel Surabaya- mencapai 250.000-400.000 BERSIH per hari. Silakan dihitung dengan nominal UMR (yang membuat para buruh sambat terus itu).
Solusinya? Silakan berwirausaha (bagi yang tertarik), cuek dengan omongan orang. Dan agar tidak ada yang meremehkan kualitas diri silakan jadi figur eksentrik: jualan es pakai Vixion, jualan cilot sambil menenteng Galaxi Tab maupun Ipad, atau jualan aksesoris sambil membaca kitab kuning atau menenteng novel karya Pram. Tahu kenapa saya sarankan seperti ini? Karena masyarakat kita gampang terpukau dengan sesuatu yang kecil tapi dikemas dengan cara unik! Apalagi bila penjual menunjukkan kualitas di atas rata-rata dan ditunjang komunikasi yang baik.
Ayooo... hapus gengsi dari dalam diri! Yang seringkali terjebak gengsi konon terlalu tinggi menilai kualitas diri. (By. Pak Dosen Gus KH. Habeb Rijal Rijal Mumazziq Z)
Comments
Post a Comment