INGAT PESAN KYAI...
Guru pondok tanpa gaji tetap ngajar cari Ridho Allah dan ridho kyai. Dosen akhlak tasawwuf ngajar bab zuhud kalo tidak digaji nggak bakal berangkat. Trus ikhlasnya di mana?
Kyai setiap sholat mendoakan santri, santrinya setiap ngaji kirim fatihah/mendoakan kepada kyai/gurunya. Sedang Guru sekolah umum tidak pernah “nirakati” murid, muridnya juga gak pernah memfatIhahi/mendoakan guru. Trus barokah dari mana.
Guru pondok punya kyai, kyainya punya kyai, kyainya kyai punya guru sampai sambung dengan Rosulullah.
Sedang Dosen tafsir di kampus ada yang nasrani, Banyak profesor yg hafidz Quran di Harvard univercity yang agamanya yahudi. Jadi kuliah tafsir tapi sanadnya bisa sampai ke dosen yang beragaman yahudi.
Kyai di pondok tidak hanya mengajar kitab, tapi beliau adalah gambaran dari isi kitab itu. Santri bisa niru akhlaknya kyai, zuhudnya kyai, wara'nya kyai, sabarnya kyai.
Sedang Sekolah umum dan kuliah itu gurunya cuma ngajar. Bahan materinya (pelajaran agamanya) bisa copy paste dari google atau buku.
Lah yang nulis (agama) di internet dan di buku itu belum tentu orang sholih. Belum tentu rajin bangun malam.
Belajar di pondok tidak banyak kecampuran maksiyat. Santri putra kelasnya dipisah dengan santri putri. Kalo pun jadi satu pasti dipisah tabir. Lah di kampus belajar mata kuliah tasawwuf pas bab khouf (takut kepada Allah) tapi campur aduk laki perempuan. . Ilmu itu nur (cahaya) sedangkan maksiyat itu dhulm (gelap), tidak akan bisa cahaya dicampur dengan gelap.
Yang terpenting di pondok itu ridhonya Kyai. Walaupun tidak bisa baca kitab kalo diridhoi kyai nanti pulang dari pondok hidupnya berkah, bisnis sukses, walaupun cuma punya satu dua santri TPQ ilmunya manfaat barokah...
Comments
Post a Comment