• "Seng Gak Oleh Iku, Nek Gak Onok Blasss..." •
Misalnya, ustadz diundang ceramah. Jangan sampai gak ada uang sama sekali di saku. Nanti tamaknya kepada pengundang jadi besar. Besar arep-arepnya pada pengundang. Harapannya pulang dapat amplop tebal.
Kalau di saku ustadz sudah ada uang yang cukup--minimal buat transport atau makan di jalan, tidak akan nggerundel. Sekalipun tidak dikasih amplop. Atau dikasih amplop, tapi isinya gak sepadan dengan biaya transportnya.
Kan tetap bisa pulang. Tetap bisa makan di jalan. Kalaupun ngajak sopir, tetap bisa bayari sopir.
Pokoknya harus ada.
Yang gak boleh itu gak ada sama sekali.
Kalau masih ada uang di saku, masih ada peluang pula untuk mengelola hati--supaya lebih ikhlas.
Misalnya, diundang tahlilan/kondangan.
Diusahakan minimal perut sudah tidak terlalu keroncongan. Minimal sepanjang jam di lokasi kondangan, lambung tidak terlalu melilit-lilit.
Sehingga, jika ternyata tidak ada sajian makan, atau hidangannya telat datang, tidak terlalu menggerutu.
Standardnya hanya cukup.
Waktunya makan bisa.
Waktunya minum juga ada.
Urusan menunya apa; entah sate atau soto, itu hanya soal mengelola keinginan.
Waktunya kopi, juga ada kopi.
Tak harus #starbucks atau #belikopi
Toh, kopi mahal, nikmatnya tak selalu selaras dengan kopi sachet 3 ribuan.
Itu hanya soal mengelola keuangan dan kesempatan.
Atau soal bersama siapa saat kita ngopi.
Mau jalan kemana, ada kendaraan (tidak mesti milik sendiri. Bisa sewa atau kendaraan umum).
Pengen sedekah, bisa.
Waktu bayar spp sekolah juga ada.
Kekurangan itu masih boleh gaesss, yang gak boleh itu tidak ada blassss. Tak ada sama sekali.
Itulah cara meminimalisir ngarep-ngarep ke makhluk-é Allah.
Babat, 25 September 2020
Khaled & Farah Zaenal
Happy Anniversary 9th
Inspirated by #GB
Comments
Post a Comment