Wirid Kiai Syukron Makmun untuk Bangun Pondok

 


• Wirid Kiai Syukron Makmun untuk Bangun Pesantren • 


"Coba cari, siapa yang punya tanah 3,5 hektare di Ibukota? Pondok Daarul Rahman itu punya. Lahannnya segitu luas. Di Ibukota Jakarta," jelas KH Syukron Makmun di sela tausiyah dalam Acara Haul KH Abdul Hamid Pasuruan ke 41. 


Menurut Kiai Syukron, ada 2 hal yang menjadi prinsipnya dalam menjadi kiai. 


Dua hal tersebut, beliau peroleh dari Almaghfurlah Mbah Hamid Pasuruan. 

"Pesan ini saya dapatkan ketika beliau sakit. Sambil terbaring di ranjang. Mbah Hamid pesan; wiridnya Ustadz Syukron sudah bagus. 


Pokoknya yang pertama; jangan nolak undangan pengajian dari siapa pun. 


Jangan milih-milih undangan. 

Musholla kecil yang ngundang, diiyakan. Acara RT ngundang, ya kudu datang. Jangan pernah dibatalkan gara-gara ada undangan menteri atau gubernur. Jangan. 


"Prinsip ini saya pegang benar-benar. Makanya, saya sering disebut sebagai kiai kaku. Masak menolak undangan gubernur, gara-gara sudah ada jadwal undangan musholla kecil di desa." 


Kiai Syukron mengaku tidak ingin mengecewakan siapa pun. Apalagi pihak pengundang sudah nyawebi beliau berbulan-bulan sebelumnya. Lantas dibatalkan begitu saja gara-gara undangan pejabat yang (mungkin) amplopnya lebih tebal. Tidak akan begitu. 


Yang kedua; 

Saya minta wiridan ke Mbah Hamid, karena saya butuh uang banyak untuk membangun pondok. Beliau jawabnya:

"Nek wes wayahe, ndugi-ndugi piyambak!" 

Begitu ijazah Mbah Hamid.


Perkataan Mbah Hamid itu lantas beliau jadikan wiridan.

"Sekalipun saya bukan orang Jawa, tapi wiridan Bahasa Jawa ini saya pakai. Tiap kali butuh dana untuk membangun, saya bacakan saja wiridan; nek wes wayahe, ndugi-ndugi piyambak. 

Lha, kok semen datang sendiri, pasir datang sendiri, batu juga datang sendiri. Alhamdulillah..." 


Hingga sekarang, Pondok Daarul Rahman berdiri megah di tengah kota. Bahkan sudah ada cabang yang di wilayah Bogor. 


*Disarikan dari ceramah KH Syukron Makmun, dengan beberapa penyesuaian kalimat. 

Comments