Sang Pembawa Wirid


• Sang Pembawa Wirid 

Awal datang ke pondok, dia amat "pemalu". Tiap kali ditanya, jawabnya mesti pendek-pendek banget. Kalau cukup iya atau tidak, dia tidak akan ngomong yang lainnya. 


Jangankan azan, iqomah, dan membaca pujian menjelang shalat, wong ditanya cita-citanya jadi apa sjaa; tidak mau jawab. Sepertinya malu.


Sebulan awal (bahkan lebih), dia malah gak pernah mau makan nasi. Para musyrif mencoba menawarkan berbagai menu supaya dia mau makan; nasgor, soto, bakso, atau lainnya. Jawabnya hanya geleng-geleng kepala. Tiap hari perutnya diisi dengan mie instan dan aneka jajanan di kantin.


Semua temannya selalu menyemangati supaya dia mau makan. Soalnya, Ustadz janji kalau dia mau makan, kita akan pergi renang bareng. Ndilalah, kok gak makan-makan juga. 


Ketika jadwal azan tiba, biasanya dia pakai trik biar nggak ketahuan santri lain. Dia memilih ngendon duli di asrama. Saat teman-temannya pergi ke ndalem untuk makan, barulah dia azan.


Yang mengejutkan ialah Subuh pagi ini. Dengan percaya diri, ia pede membaca pujian menjelang sholat. Merdu pula. Seperti sudah terbiasa. Bahkan, saat waktu iqomah tiba, dia mengambil mic kembali dan kumandangkan iqomah sholat.


Sejak awal tahun 2023 ini, kami mempercayai Ananda untuk pegang lembaran kertas wirid. Dia bertanggung jawab menyimpan lembaran itu dan membagikannya ke teman-temannya usai berjamaah. Ini dilakukan supaya lembaran tidak mudah hilang atau ketelisut. 


Dan ternyata, yang hebat dia bisa dipercaya dan sangat bertanggung jawab dengan tugasnya. 


Kami memberikannya reward renang bareng di kolam renang Babat bersama 6 santri lain yang paling rajin berjamaah.

Comments